BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Obat dapat
didefinisikan sebagai suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam
mendiagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati atau mencegah penyakit pada
manusia atau hewan (Ansel, 1989). Obat dapat berupa bahan tunggal maupun
campuran (Syamsuni, 2006).
Selama ini obat
dalam pelayanan kesehatan selalu disebut sebagai unsur penunjang, hampir 80%
pelayanan kesehatan diintervensi dengan obat. Saat ini beberapa jenis obat yang
lazim digunakan dalam masyarakat seperti pil, tablet, kapsul, serbuk, sirup,
suspensi ataupun emulsi sudah tak lagi menjadi suatu hal baru. Namun apabila
pemakaian obat harus secara oral dalam bentuk kering, maka bentuk tablet yang
paling sering digunakan.
Tablet efektif
memberikan kenyamanan dan kemantapan dalam penanganan, penegnalan dan pemakaian
oleh pasien. Dari sudut pandang farmasetika tablet (sediaan padat) lebih
stabil daripada bentuk cair, sehingga lebih cocok untuk obat – obat yang kurang
stabil (Ansel, 1989).
Jenis-jenis
tablet sangat beragam, diantaranya tablet kompresi, tablet salut, tablet
kunyah, dan lain-lain. Ada juga yang dinamakan tablet sublingual dan bukal.
Penggunaan kedua tablet ini yaitu dengan cara meletakkan tablet di antara
gusi dan pipi (tablet bukal) dan di bawah lidah (tablet sublingual).
Canggihnya
teknologi farmasi mendorong perkembangan formulasi sebuah tablet oral menjadi
tablet bukal. Hal tersebut selain didorong oleh teknologi yang ada, hal
tersebut juga karena didorong adanya beberapa kekurangan penggunaan tablet
secara oral yang lebih umum dikenal dan digunakan oleh masyarakat.
Beberapa diantaraya adalah rasanya yang pahit, timbulnya beberapa efek sistemik
maupun efek lokal, rusaknya obat karena keasaman lambung, atau rusaknya obat
oleh hepar, serta dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk menimbulkan efek
terapeutik dari suatu sediaan oral. Karena pentingnya penggunaan tablet
sublingual bukal dalam pengobatan maka hal inilah yang melatar belakangi
pembuatan makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai
berikut
1.
Apa itu tablet bukal ?
2.
Apa saja contoh tablet bukal ?
3.
Bagaimana formulasi tablet bukal ?
4.
Bagaimana cara pembuatan tablet bukal ?
5.
Apa saja hal-hal yang harus diperhatikan pada saat
produksi, distribusi, penyimpanan tablet bukal ?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini antara lain
1.
Untuk mengetahui tentang tablet bukal
2.
Untuk mengetahui contoh tablet bukal
3.
Untuk mengetahui formulasi tablet bukal
4.
Untuk mengetahui cara pembuatan tablet bukal
5.
Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang harus diperhatikan
pada saat produksi, distribusi, penyimpanan tablet bukal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tablet
Dalam Farmakope
Indonesia Edisi III, tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa
cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau
cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan
(Anonim, 1979). Dalam Farmakope Indonesia Edisi IV tablet adalah
sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi(Anonim, 1995).
Tablet
merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan
penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet - tablet dapat
berbeda - beda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan ketebalan, daya
hancurnya, dan dalam aspek lainnya tergantung dari cara pemakaian tablet dan
metode pembuatannya (Ansel, 1989).
Beberapa
kriteria yang harus dipenuhi untuk tablet berkualitas baik adalah sebagai
berikut :
a. Kekerasan yang
cukup dan tidak rapuh, sehingga kondisinya tetap baik selama fabrikasi /
pengemasan dan pengangkutan hingga sampai pada konsumen.
b. Dapat melepaskan
bahan obatnya sampai pada ketersediaan hayatinya.
c. Memenuhi
persyaratan keseragaman bobot tablet dan kandungan obatnya.
d. Mempunyai
penampilan yang menarik, baik pada bentuk, warna, maupun rasanya.
Untuk
mendapatkan tablet yang baik tersebut, maka bahan yang akan dikempa menjadi
tablet harus memenuhi sifat - sifat sebagai berikut :
a. Mudah mengalir,
artinya jumlah bahan yang akan mengalir dalam corong alir ke dalam ruang
cetakan selalu sama setiap saat, dengan demikian bobot tablet tidak akan
memiliki variasi yang besar.
b. Kompaktibel,
artinya bahan mudah kompak jika dikempa, sehingga dihasilkan tablet yang keras.
c. Mudah lepas
dari cetakan, hal ini dimaksudkan agar tablet yang dihasilkan mudah lepas dan
tak ada bagian yang melekat pada cetakan, sehingga permukaan tablet halus dan
licin (Sheth, dkk, 1980).
Metode
pembuatan tablet ada tiga cara yaitu : metode kempa langsung, granulasi basah,
dan granulasi kering.
a. Kempa langsung
Metode kempa langsung yaitu percetakan bahan obat dan
bahan tambahan yang berbentuk serbuk tanpa proses pengolahan awal atau
granulasi. Kempa langsung membangkitkan gaya ikatan di antara partikel sehingga
tablet memiliki kekompakan yang cukup (Voigt, 1984). Pada proses ini diperlukan
serbuk yang mempunyai fluiditas dan kompaktibilitas yang baik (Sheth, dkk,
1980).
b. Granulasi kering
Pada metode ini, granul dibentuk oleh penambahan bahan
pengikat kering kedalam campuran serbuk obat dengan cara memadatkan massa yang
jumlahnya besar dari campuran serbuk, memecahkannya dan menjadikan pecahan –
pecahan menjadi granul, penambahan bahan pelicin dan penghancur kemudian
dicetak menjadi tablet (Ansel, 1989).
c. Granulasi Basah
Metode ini meupakan metode pembuatan yang paling banyak
digunakan dalam memproduksi tablet kompresi. Langkah-langkah yang diperlukan
dalam pembuatan tablet dengan metode ini dapat dibagi sebagai berikut:
menimbang dan mencampur bahan-bahan, pembuatan granulasi basah, pengayakan
granul basah, pengeringan, pengayakan granul kering, pencampuran bahan pelicin
dan bahan penghancur, pembuatan tablet dengan kompresi (Ansel, 1989).
B. Tablet
Bukal
Tablet bukal
adalah tablet yang digunakan dengan cara meletakkan tablet diantara pipi dan
gusi sehingga zat aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut (Syamsuni,
2006).
Tablet ini
umumnya berbentuk kecil, pipih, dan oval yang dimaksudkan untuk pemberian pada
daerah bukal atau bawah lidah yang melarut atau tererosi perlahan, oleh karena
itu, diformulasi dan dikopresi dengan tekanan yang cukup untuk menghasilkan
tablet yang keras (Rudnic and Schwartz, 1990). Setelah obat dilepaskan dari
tablet, bahan aktif diabsorpsi tanpa melewati saluran gastrointestinal. Ini
rute yang menguntungkan untuk obat yang bisa dihancurkan oleh saluran
gastrointestinal. Pemberiannya hanya terbatas pada gliseril trinitrat dan
hormon-hormon steroid (Parrot, 1980).
Jenis tablet
ini dimaksudkan untuk diserap langsung oleh selaput lender mulut. Obat-obatan
yang diberikan dengan cara ini dimaksudkan agar memberikan efek sistemik, dan
karena itu harus dapat diserap dengan baik oleh selaput lendir mulut. Tablet
buccal dan sublingual hendaklah diracik dengan bahan pengisi yang lunak, yang
tidak merangsang keluarnya air liur. Ini mengurangi bagian obat yang tertelan
dan lolos dari penyeraapan oleh selaput lender mulut. Di samping itu, kedua
tablet ini hendaklah dirancang untuk tidak pecah, tetapi larut secara lambat,
biasanya dalam jangka waktu 15-30 menit, agar penyerapan berlangsung dengan
baik (Lachman, dkk, 2008).
BAB III
PEMBAHASAN
A. Definisi Tablet
Bukal
Tablet bukal penggunaanya disipkan di antara pipi dan gusi. Tablet ini
umumnya berbentuk datar atau oval, keras, dan mengandung hormon.
Keuntungan tablet bukal adalah :
1.
Cocok untuk jenis obat yang dapat dirusak oleh cairan
lambung atau sedikit sekali diserap oleh saluran pencernaan.
2.
Bebas First Pass Metabolism.
3.
Proses absorpsinya cepat karena langsung diabsorpsi
melalui mukosa mulut, sehingga diharapkan dapat memberikan efek yang cepat
juga.
Adapun kerugian tablet bukal adalah :
1.
Hanya sebagian obat yang dapat dibuat menjadi tablet
bukal karena obat yang dapat diabsorpsi melalui mukosa mulut jumlahnya sangat
sedikit.
2.
Untuk obat yang mengandung nistrogliserin pengemasan dan
penyimpanan obat memerlukan cara khusus karena bahan ini mudah menguap.
B. Contoh Tablet Bukal
Tablet bukal
pemberiannya hanya terbatas pada gliseril trinitrat, nitrogliseril dan hormon -
hormon steroid.
1. Nitrogliserin
Sediaan nitrogliserin bukal dapat mengurangi serangan
anginal pada penderita iskemia jantung. Pemberian 0,3 – 0,4 mg melepaskan rasa
sakit sekitar 75% dalam 3 menit, 15% lainnya lepas dari sakit dalam waktu 5 –
15 menit. Apabila rasa sakit bertahan melebihi 20 – 30 menit setelah penggunaan
dua atau tiga tablet nitrogliserin berarti terjadi gejala koroner akut dan
pasien diminta untuk mencari bantuan darurat (Sukandar, dkk, 2008).
Efek samping mencakup hipotensi postural yang berhubungan
dengan gejala sistem saraf pusat, refleks takikardi, sakit kepala, dan wajah
memerah, dan mual pada waktu tertentu (Sukandar, dkk, 2008).
2. Hormon – Hormon Steroid
a. Estrogen
Estrogen yang diberikan oral menstimulasi sintesis
protein hepatik dan meningkatkan konsentrasi sirkulasi glogulin terikat hormn
seks, yang dapat menjamin bioavailabilitas androgen dan astrogen. Estradiol
merupakan bentuk kuat dan paling aktif dari estrogen endogen saata diberikan
oral dia termetabolisme dan hanya 10% mencapai sirkulasi sebagai estradiol
bebas. Absorbsi estrogen secara sistemik ppada tablet lebih rendah dibanding
krim vaginal. Penemuan baru menunjukkan estrogen pada dosis yang lebih rendah
efektif dalam mengontrol simptom pasca menopause dan mengurangi kehilangan masa
tulang (Sukandar, dkk, 2008).
Contoh obat yang beredar di pasaran adalah angeliq,
cliane, climmen, cyclo progynova, diane, dan lain-lain (Anonim, 2010).
b. Progestogen
Progestogen umumnya diberikan pada wanita yang belum
pernah menjalani histerektomi. Progestin sebaiknya ditambahkan karena estrogen
tunggal berkaitan dengan hiperplasia dan kanker endometrium. Terapi hormon
dosis rendah(estrogen terkonjugaasi ekuin 0,45 mg dan medroksiprogesteron
asetat 1,5 mg/hari menunjukkan kesamaan dalam peredaran simptom dan pertahanan
densitas tulang tanpa peningkatan hiperplasia endometrium.
Progestogen oral yang paling umum digunakan adalah
medroksiprogesteron asetat misalnya Dilena; Noretisteron asetat, misalnya
Anore, Cliane, Kliogest, Norelut, Primolut N, dan Regumen.
C. Formulasi Tablet Bukal
Tablet bukal
mengandung sejumlah bahan aktif yang dikombinasikan dengan bahan tambahan,
dimana bahan tambahan yang penting terdiri atas sorbitol dan lubrikan. Tablet
ini memberikan “drug delivery” yang sangat cepat, dimana level bahan aktif
dalam darah dapat dibandingkan dengan pemberian secara parenteral.
Perlu bagi
formulasi bukal untuk kontak dengan mukosa oral untuk waktu yang cukup agar
obat bisa diabsorpsi. Jika formulasinya “falls apart” terlalu cepat, bahan
aktif akan tertelan, sehingga obat yang sampai tidak cukup, tetapi jika
formulasinya tidak “falls apart” dengan cukup cepat maka pasien akan kesulitan,
karena pasien tidak dapat makan atau minum selama menggunakan sediaan bukal.
Formulasi bukal sebaiknya mempunyai ukuran yang kecil untuk menghindari
ketidaknyamanan pasien, dan diinginkan formulasi sebisa mungkin larut dalam
saliva sehingga ketidaknyamanan dari partikel berpasir yang tidak larut di
mulut dapat dihindari.
Komposisi
tablet bukal untuk pemberian obat mengandung bahan-bahan penting
kira-kira 1 sampai 20% dari berat bahan terlarut, polimer adesif yang dapat
diterima secara farmasetika, bahan tambahan tablet yang dapat dikompresi
secara langsung, dan sejumlah bahan obat yang berguna secara terapi. Komposisi
tablet bukal misalnya bisa mengandung kira-kira sampai 10 % (kira-kira 1-10%)
penghancur yang dapat diterima secara farmasetika.
Komposisi
tablet bukal untuk pemberian estrogen, mengandung kira-kira 2-10% bahan adesif
polimer, seperti carbomer 934 P; dan penghancur tablet sampai kira-kira 6%,
seperti crospovidon; gula yang dapat dikompresi dan kira-kira 50 mikrogram
sampai 2 g estradiol. Formulasi bukal dapat mengandung bahan-bahan incidental,
seperti lubrikan, bahan pewarna dan bahan pengaroma. Bahan adesif polimer yang
dapat diterima secara farmasetikal digunakan untuk memberikan sifat basah untuk
formulasi bukal sehingga sediaannya dapat tetap pada tempatnya selama
pemberian.
Contoh Formulasi Tablet Bukal
Tablet bukal
mengandung sejumlah bahan aktif yang dikombinasikan dengan bahan tambahan.
Tablet ini memberikan “drug delivery” yang sangat cepat, dimana level bahan
aktif dalam darah dapat dibandingkan dengan pemberian secara parenteral. Contoh
Formulasi:
– Tablet
Bukal Prokloperazin maleat
(5 mg)
– Bobot tablet :
60 mg
– Untuk satu kali
produksi akan dibuat 500 tablet
– Bobot Total : 500 x 60 mg = 30000 mg = 30 gr
Prokloperazin maleat :
5 mg x 500 = 2500 mg
Gom kacang–lokus : 1,5 mg x 500 = 750 mg
Gom xantan :
1,5 mg x 500 = 750 mg
Povidon :
3 mg x 500 = 1500
mg
Serbuk sukrosa : 47,5 mg x 500 =
23750 mg
Magnesium stearat :
1 mg x 500 = 500 mg
Talk : 0,5 mg
x 500 = 250 mg
Air :
secukupnya
TOTAL : 30000 mg = 30 gr
D. Pembuatan Tablet
1. Persyaratan Tablet
Dalam membuat tablet sublingual dan bukal ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
a. Sifat dan Kualitas
Ciri – ciri fisik tablet sublingual dan bukal adalah
datar atau oval, dan keras. Bentuk tersebut ditentukan oleh punch dan die yang
digunakan untuk mengkompresi (menekan) tablet. Untuk menghasilkan tablet yang
datar, maka punch-nya jangan terlalu cembung.
Adapun ketebalan tablet dipengaruhi oleh jumlah
obat yang dapat diisikan ke dalam cetakan dan tekanan yang diberikan pada saat
dilakukan kompresi (Ansel, 1989).
b. Berat Tablet
Berat tablet ditentukan oleh jumlah bahan yang diisikan
ke dalam cetakan yang akan ditekan. Volume bahan (granul) harus disesuaikan
dengan beberapa tablet yang telah lebih dulu dicetak supaya tercapai berat
tablet yang diharapkan. Penyesuaian diperlukan, karena formula tablet
tergantung pada berat tablet yang akan dibuat.
Sebagai contoh, jika tablet harus mengandung 10 mg bahan
obat dan bila yang akan diproduksi 10.000 tablet, maka diperlukan 100 gr dari
obat tersebut dalam formula. Setelah penambahan bahan tambahan, formulanya
mungkin meningkat menjadi 1000 gr. Ini berarti tiap tablet beratnya menjadi 100
mg dengan bahan obat yang terkandung 10 mg. Jadi, obat yang diisi ke dalam
cetakan harus disesuaikan supaya dapat menampung volume granul yang beratnya
100 mg (Ansel, 1989).
c. Kekerasan Tablet
Tablet bukal sengaja dibuat keras. Hal ini dimaksudkan
agar obat yang disisipkan di pipi larut perlahan – lahan. Dalam proses
kompresi, besarnya tekanan yang biasa digunakan adalah lebih kecil dari 3000
dan lebih besar dari 40.000 pound. Jadi, untuk membuat tablet bukal yang keras
tekanan yang dibutuhkan juga besar. Pada saat ini banyak alat yang bisa
digunakan sebagai tester pengukur kekerasan tablet, diantaranyaPfizer tablet
hardness tester, T500 Hardness Tester, dan Friabilator.
Pfizer tablet hardness tester (Ansel, 1989)
d. Daya Hancur Tablet
Semua tablet dalam USP harus melalui pengujian daya
hancur secara resmi yang dilaksanakan in vitro dengan alat uji
khusus. Alat ini terdiri dari rak keranjang yang dipasang berisi 6 pipa gelas
yang ujungnya terbuka, diikat secara vertikal di atas latarbelakang dari
kawat stainlessyang berupa ayakan dengan ukuran mesh nomor 10.
Selama waktu pengujian, tablet diletakkan pada pipa terbuka dalam keranjang
tadi, dengan memakai mesin, keranjang diturun-naikkan dalam cairan pencelup
dengan frekuensi 29 – 32 kali turun – naik per menit. Layar kawat dipertahankan
selalu berada di bawah permukaan cairan.
Untuk tablet bukal dan sublingual, meggunakan air (cairan
pencelup) yang dijaga pada temperatur 37oC, kecuali bila ditentukan
ada cairan lain dalam masing – masing monogramnya. Tablet bukal harus melebur
dalam waktu 4 jam dan tablet sublingual biasanya 30 menit (Ansel, 1989).
e. Disolusi Tablet
Dalam USP cara pengujian disolusi tablet dinyatakan dalam
masing – masing monografi obat (Ansel, 1989).
2. Metode Pembuatan
Sebagian besar tablet kompresi dibuat dengan matode
granulasi basah mengingat caranya yang relatif mudah. Begitu pula dengan tablet
sublingual dan bukal. Langkah-langkah yang diperlukan dlam pembuatan tablet
dengan metode ini dapat dibagi sebagai berikut; (1). Menimbang dan mencampur
bahan-bahan, (2) Pembuatan granulasi basah, (3) Mengayakan adonan lembab
menjadipelet atau granul, (4) Pengeringan, (5) Pengayakan kering, (6)
Pencampuran bahan pelincir, (7) Pembuatan tablet dengan kompresi (Ansel, 1989).
Bahan aktif, pengisi, dan bahan penghancur yang
diperlukan dalam formula tablet ditimbang sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan
untuk membuat sejumlah tablet yang akan diproduksi dan dicampur, diaduk baik,
biasanya dengan menggunakan mesin pencampur serbuk atau mikser. Pengisi yang
biasa digunakan adalah laktosa, kaolin, mannitol, dan lain-lain. Bahan
penghancur meliputi tepung jagung dan kentang, turunan amilum, senyawa
selullosa, dan lain-lain (Ansel, 1989).
Selanjutnya campuran serbuk diubah menjadi granula yang
bebas mangalir ke dalam cetakan. Hal ini dapat dilakukan dengan menambahkan
cairan pengikat ke dalam campuran serbuk, melewatkan adonan yang lembap melalui
ayakan yang ukurannya seperti yang diinginkan, granul yang dihasilkan melalui
penngayakan ini dikeringkan lalu diayak lagi dengan ukurannya yang lebih kecil.
Selanjutnya dilakukan penyaringan adonan lembap menjadi
pelet, pengeringan granul dalam kabiet pengering, penyaringan kering,
lubrikasi, dan pencetakan tablet (Ansel, 1989).
3. Pengemasan dan Penyimpanan
Pada umumnya tablet sangat baik disimpan dalam wadah yang
tertutup rapat di tempat dengan kelembaban nisbi yang rendah, serta terlindung
dari temperatur tinggi. Tablet khusus yang cenderung hancur bila kena lembab
dapat disertai pengering dalam kemasannya. Tablet yang dirusak oleh cahaya
disimpan dalam wadah yang dapat menahan masuknya cahaya (Ansel, 1989).
Untuk tablet sublingual yang mengandung nitrogliserin
(Tablet Nitrogliserin) memiliki peraturan tersendiri dalam pengemasannya, yaitu
:
a.
Semua tablet nitrogliserin harus dikemas dalam wadah
gelas dengan tutup logam yang sesuai dan dapat diputar.
b.
Tiap wadah tidak boleh berisi lebih dari 100 tablet.
c.
Tablet nitrogliserin harus disalurkan dalam wadah aslinya
dan pada labelnya ada tanda peringatan “untuk mencegah hilangnya potensi,
jagalah tablet ini dalam wadah aslinya dan segera tutup kembali wadahnya
setelah pemakaian”.
d.
Semua tablet nitrogliserin harus disimpan dalam ruangan
dengan temperatur yang diatur antara 59o - 86 oF
(Ansel, 1989).
Pelaksanaan peraturan ini membantu memelihara keseragaman
standar kandungan tablet nitrogliserin supaya lebih baik dari sebelumnya.
Bagaimanapun juga, nitrogliserin merupakan cairan yang mudah menguap dari
wadahnya bila terbuka dan khususnya apabila wadah tadi tidak tertutup rapat
(Ansel, 1989).
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dapat dismpulkan
:
1. Tablet bukal
merupakan jenis tablet kompresi yang penggunannya penggunaanya disipkan
di antara pipi dan gusi.
2. Contoh tablet
bukal adalah tablet hormon–hormon steroid.
3. Pembuatan
tablet bukal menggunakan metode granulasi basah.
4. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam produksi adalah sifat dan kualitas, kekerasan tablet,
berat tablet, daya hancur tablet, disolusi tablet, dan pengemasan serta
penyimpanan.
B. Saran
Melalui makalah
ini kami menyarankan agar perlunya peran aktif dari mahasiswa untuk memahami
materi formulasi sediaan padat, mengingat cakupannya yang sangat luas.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2010, ISO Indonesia, Vol. 45, Ikatan Apoteker
Indonesia, Jakarta.
Ansel, H.C, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi,
diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi IV, UI Press,
Jakarta.
http://pharmacyaurel.blogspot.com/2009/04/tablet-bukalsublingual.html. Diakses tanggal 25 Februari 2012.
Lachman, L., Herbert A.L., Joseph L.K., 2008, Teori dan Praktek
Farmasi Industri, Edisi III, UI Press, jakarta.
Parrot, E.L., 1980, Solid Dosage Form, In : Sprowl, J.B.,
editor, Prescription Pharmacy, 2nd ed, J.B Lippincott Company,
Philadelpia.
Rudnic, Edward and Schwartz, J.B., 1990, Oral Solid Dosage Form. In
: Gennaro, A.R. Remington’s Pharmaceutical Science, 18th ed, Mack
Publishing Company, Easton, Pennsylvania.
Sheth, B.B., Bandelin F.J., Shangraw R.F., 1980, Compressed Tablet, In
Lachman L., Lieberman H.A., Kanig J.L., (editor), Pharmaceutical Dosage
Forms, Tablets, Vol. I, Marcel Dekker Inc, New York.
Sukandar, E.Y., dkk, 2008, ISO Farmakoterapi, PT. ISFI
Penerbitan, Jakarta.
Syamsuni, 2006, Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Voigt, R., 1994, Buku Ajar Teknologi Farmasi, Ed V,
diterjemahkan oleh Soendani Noerno Soewandi, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
0 komentar:
Posting Komentar